, , , ,

Bahasa Daerah yang Terlupakan di Dunia Modern

oleh -214 Dilihat
bahasa daerah yang terlupakan
bahasa daerah yang terlupakan
banner 468x60

https://kabarpetang.com/ Setiap bahasa adalah lensa yang unik untuk melihat dunia. Ia bukan sekadar alat komunikasi, tapi juga penyimpan nilai, cerita, dan identitas suatu masyarakat. Di Indonesia, ribuan bahasa daerah hidup berdampingan sejak zaman nenek moyang. Namun kini, di era globalisasi dan digitalisasi, banyak di antaranya mulai kehilangan penutur—perlahan tapi pasti.

Di rumah-rumah urban, anak-anak lebih fasih berbahasa Indonesia atau bahkan Inggris daripada bahasa ibu mereka. Sekolah, media, dan internet mempercepat pergeseran ini. Bahasa daerah makin dianggap kuno, tidak relevan, bahkan malu untuk dipakai.

banner 336x280

Angka yang Mengkhawatirkan

Menurut data dari Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, dari lebih dari 700 bahasa daerah yang ada di Indonesia, hampir separuh terancam punah. Beberapa bahkan sudah tidak lagi memiliki penutur aktif, hanya tersisa dalam bentuk dokumentasi linguistik.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Di seluruh dunia, UNESCO mencatat bahwa satu bahasa punah setiap dua minggu. Artinya, warisan budaya satu komunitas bisa hilang dalam waktu sekejap, tergilas oleh arus dominasi bahasa-bahasa global seperti Inggris, Mandarin, atau Spanyol.


Mengapa Bahasa Daerah Penting?

  1. Penanda Identitas Budaya
    Bahasa mencerminkan cara berpikir, nilai sosial, dan kearifan lokal suatu komunitas. Kehilangannya berarti kehilangan bagian penting dari jati diri bangsa.
  2. Kekayaan Ilmu Pengetahuan Tradisional
    Dalam bahasa lokal tersimpan pengetahuan tentang alam, obat-obatan tradisional, pertanian, dan sistem kepercayaan yang tidak tercatat secara tertulis.
  3. Alat Koneksi Antargenerasi
    Bahasa daerah adalah penghubung antara kakek-nenek dan cucu. Jika bahasa ini hilang, maka dialog lintas generasi pun ikut memudar.
  4. Variasi Linguistik sebagai Kekayaan Dunia
    Keanekaragaman bahasa dunia menciptakan perspektif unik dalam sastra, musik, dan cara pandang terhadap kehidupan. Dunia akan jadi lebih monoton jika hanya sedikit bahasa yang digunakan.

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kepunahan Bahasa

1. Urbanisasi dan Migrasi

Penduduk desa pindah ke kota dan tidak lagi menggunakan bahasa lokal karena dianggap tidak praktis atau bahkan dianggap “kampungan.”

2. Tekanan Sosial dan Politik

Beberapa bahasa daerah tidak diakui secara resmi, sehingga tidak diajarkan di sekolah dan tidak digunakan di ruang publik.

3. Kurangnya Dukungan Teknologi

Konten digital (seperti video YouTube, aplikasi, media sosial) lebih banyak tersedia dalam bahasa Indonesia atau asing, bukan dalam bahasa lokal.

4. Kurangnya Kebanggaan Lokal

Generasi muda sering kali merasa malu atau rendah diri jika menggunakan bahasa ibu mereka, terutama di hadapan orang dari luar komunitas.


Kisah dari Lapangan: Bahasa yang Nyaris Hilang

Bahasa Kajang (Sulawesi Selatan)

Di pedalaman Sulawesi, Bahasa Kajang hanya digunakan oleh segelintir masyarakat adat Ammatoa. Anak-anak muda lebih memilih Bahasa Bugis atau Indonesia karena lebih praktis. Meski komunitas adat masih melestarikannya, tekanan modernisasi mulai terasa.

Bahasa Saponi (Papua)

Bahasa Saponi di Papua bahkan masuk kategori kritis. Berdasarkan laporan linguistik, penuturnya hanya tinggal belasan orang—semuanya sudah lansia. Tanpa intervensi segera, bahasa ini akan punah dalam satu generasi.


Upaya Pelestarian: Apa yang Bisa Dilakukan?

1. Revitalisasi di Sekolah

Mengintegrasikan pelajaran bahasa daerah dalam kurikulum lokal, terutama di tingkat SD. Anak-anak diajak belajar lewat lagu, cerita rakyat, dan permainan tradisional.

2. Digitalisasi Bahasa

Membuat aplikasi pembelajaran, kamus daring, atau media sosial dalam bahasa lokal. Teknologi bisa jadi teman, bukan musuh.

3. Kampanye Kebanggaan Bahasa Ibu

Mengubah persepsi bahwa bahasa daerah adalah aset, bukan beban. Festival budaya, lomba pidato, dan konten kreatif bisa menjadi sarana promosi.

4. Keterlibatan Komunitas

Pelestarian paling efektif dimulai dari akar. Keluarga, sanggar budaya, dan tokoh adat berperan penting sebagai penjaga bahasa.


Generasi Muda dan Harapan Baru

Meski banyak bahasa lokal terancam punah, harapan belum padam. Kini mulai bermunculan inisiatif anak muda yang bangga menggunakan bahasa ibunya dalam konten digital. Misalnya:

  • YouTuber yang membuat vlog dengan logat daerah
  • Komik online berbahasa Sunda atau Jawa
  • Podcast berbahasa Minangkabau

Upaya ini menunjukkan bahwa bahasa lokal bisa hidup berdampingan dengan zaman, asalkan diberikan ruang yang kreatif dan inklusif.


Penutup: Menjaga Bahasa, Menjaga Warisan

Bahasa daerah bukan hanya milik masa lalu. Ia adalah jembatan menuju masa depan yang lebih beragam dan inklusif. Kehilangannya bukan hanya kerugian linguistik, tetapi juga hilangnya cara lain melihat dan memahami dunia.

Menjaga bahasa lokal adalah bentuk penghormatan terhadap leluhur, bentuk cinta kepada tanah air, dan bentuk tanggung jawab untuk generasi mendatang. Di tengah dunia yang makin seragam, keberagaman bahasa adalah kekayaan yang tak ternilai.

Mari kita ajarkan kembali bahasa ibu kepada anak-anak kita. Mari kita gunakan, meskipun pelan dan terbata. Karena dari satu kata yang terucap, satu budaya tetap hidup.

Baca juga https://dunialuar.id/

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.