, , , , , , ,

Budaya Ngonten: Media Sosial dan Identitas Sosial Baru

oleh -331 Dilihat
sosial & budaya, media digital, gaya hidup modern, komunikasi digital, tren generasi muda, budaya populer, perubahan sosial, digital lifestyle
sosial & budaya, media digital, gaya hidup modern, komunikasi digital, tren generasi muda, budaya populer, perubahan sosial, digital lifestyle
banner 468x60

Pendahuluan

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah “ngonten” atau kegiatan membuat konten di media sosial telah melekat erat dalam kehidupan masyarakat, terutama generasi muda. Budaya ngonten bukan hanya soal eksistensi digital, tetapi juga mencerminkan cara individu membentuk dan menampilkan identitas sosialnya kepada publik. Di era digital ini, media sosial menjadi panggung utama di mana siapa saja bisa menjadi sutradara, aktor, sekaligus penontonnya sendiri.

Fenomena ini tidak sekadar tren sementara, tetapi sebuah perubahan budaya yang mendalam. Ngonten telah menjadi bagian dari interaksi sosial, ekonomi, hingga citra diri seseorang. Artikel ini akan membahas bagaimana budaya ngonten muncul, berkembang, dan akhirnya membentuk identitas sosial baru dalam masyarakat modern.

banner 336x280

Asal Usul Budaya Ngonten

Budaya ngonten tumbuh seiring pesatnya perkembangan teknologi dan internet, terutama setelah kehadiran platform seperti YouTube, Instagram, dan TikTok. Awalnya, ngonten hanya dilakukan oleh para kreator profesional. Namun, kini hampir semua orang bisa menjadi “content creator” dengan bermodal smartphone.

Sosial media yang dulu hanya untuk berbagi status kini berkembang menjadi alat ekspresi, edukasi, hiburan, hingga penghasilan. Proses ini memunculkan generasi yang terlatih menampilkan versi terbaik dirinya secara konsisten untuk mendapatkan validasi sosial berupa like, komentar, dan share.


Motivasi di Balik Budaya Ngonten

Ada beberapa alasan mengapa budaya ngonten begitu diminati dan bertumbuh pesat:

  1. Eksistensi dan Penerimaan Sosial
    Banyak orang merasa perlu hadir di media sosial untuk diakui secara sosial. Konten menjadi sarana untuk menunjukkan identitas, gaya hidup, dan pemikiran pribadi.
  2. Ekspresi Kreatif
    Ngonten memberi ruang untuk menyalurkan hobi, minat, atau bakat. Mulai dari memasak, menari, menggambar, hingga membuat video lucu atau edukatif.
  3. Monetisasi
    Banyak yang mulai ngonten karena potensi penghasilan. Dengan jumlah followers atau viewers yang cukup, ngonten bisa menjadi pekerjaan utama.
  4. Membangun Personal Branding
    Para profesional maupun pelaku usaha memanfaatkan konten untuk membangun citra dan reputasi di dunia digital.

Media Sosial sebagai Arena Identitas

Dalam kajian sosiologi modern, identitas sosial terbentuk dari interaksi dengan masyarakat. Kini, media sosial menjadi bagian dari “ruang sosial” itu sendiri. Beberapa ciri identitas sosial yang dibentuk melalui budaya ngonten antara lain:

  • Visualisasi Diri
    Individu cenderung menampilkan versi terbaik dirinya. Filter, editing, dan pemilihan konten tertentu menunjukkan kontrol atas citra diri.
  • Narasi Personal
    Cerita yang dibagikan melalui caption, vlog, atau story menjadi narasi identitas yang dibangun secara sadar untuk audiens.
  • Komunitas Digital
    Ngonten membantu individu masuk ke komunitas tertentu, seperti pegiat skincare, pehobi sepeda, vegan, gamers, dan sebagainya.
  • Kepemilikan Makna
    Konten yang dibagikan sering kali menggambarkan nilai-nilai yang dianut si pembuat, menciptakan keterikatan emosi dengan penonton.

Dampak Sosial dari Budaya Ngonten

1. Positif

  • Meningkatkan Literasi Digital dan Kreativitas
    Ngonten mendorong banyak orang belajar editing, desain, komunikasi, bahkan marketing digital.
  • Sarana Edukasi dan Inspirasi
    Banyak konten bersifat informatif dan edukatif yang membantu penonton belajar secara praktis.
  • Membuka Peluang Ekonomi
    Munculnya profesi baru seperti content creator, influencer, dan affiliate marketer.

2. Negatif

  • FOMO dan Tekanan Sosial
    Banyak pengguna merasa harus terus eksis untuk mengikuti tren, yang bisa menyebabkan stres dan kecemasan sosial.
  • Kehilangan Autentisitas
    Dalam mengejar engagement, tak sedikit kreator kehilangan nilai personal dan hanya membuat konten yang viral.
  • Privasi Tergerus
    Kegiatan berbagi terlalu banyak di media sosial sering kali mengaburkan batas privasi, bahkan untuk hal yang bersifat personal.

Budaya Ngonten dan Etika Digital

Perkembangan budaya ngonten juga menuntut kesadaran etis. Semakin banyak konten yang bersifat manipulatif, menyesatkan, atau bahkan memicu perpecahan. Karena itu, edukasi etika digital perlu menjadi bagian penting dari literasi media.

  • Transparansi – Penonton harus tahu jika konten adalah hasil endorse atau afiliasi.
  • Kredibilitas – Informasi yang disampaikan harus faktual, apalagi yang berhubungan dengan kesehatan atau keuangan.
  • Tanggung Jawab Sosial – Kreator harus sadar bahwa kontennya bisa memengaruhi pola pikir, sikap, dan bahkan keputusan orang lain.

Transformasi Identitas Sosial di Era Ngonten

Identitas seseorang tidak lagi dibentuk hanya melalui lingkungan fisik seperti sekolah, keluarga, atau tempat kerja. Kini, media sosial menjadi medium pembentukan identitas yang sangat kuat. Bahkan, banyak orang merasa lebih “hidup” di dunia digital dibandingkan dunia nyata.

Hal ini menciptakan tantangan baru: bagaimana menyeimbangkan antara realitas dan citra digital. Ngonten bisa memperkaya identitas jika digunakan secara sehat dan seimbang. Namun jika tidak, bisa menyebabkan krisis eksistensial dan tekanan mental.

baca lainnya : mengapa burung pipit banyak mati di musim semi

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.