Kabarpetang.com Gempa bumi dan letusan gunung berapi selama ribuan tahun dianggap sebagai bagian dari siklus alam yang tak bisa dikendalikan manusia. Namun dalam beberapa dekade terakhir, muncul pertanyaan serius dari kalangan ilmuwan dan masyarakat umum: Apakah aktivitas manusia ikut memicu meningkatnya bencana geologi seperti gempa dan letusan?
Pertanyaan ini bukan hanya bersifat spekulatif. Sejumlah penelitian dan data lapangan mengungkapkan bahwa memang ada korelasi—bahkan kausalitas—antara aktivitas manusia dan peningkatan frekuensi kejadian geologi tertentu, khususnya gempa bumi buatan atau induced earthquakes.
Apa Itu Gempa Bumi Buatan?
Gempa bumi buatan adalah gempa yang terjadi bukan karena pergerakan alami lempeng bumi, tetapi karena intervensi manusia terhadap struktur geologi bumi. Aktivitas seperti:
- Pengeboran minyak dan gas
- Fracking (rekahan hidrolik)
- Pembangunan bendungan besar
- Penambangan batu bara
- Penyimpanan limbah bawah tanah
…dapat mengubah tekanan dan keseimbangan dalam kerak bumi. Ketika tekanan tersebut mencapai ambang batas tertentu, sesar geologi bisa aktif dan menghasilkan gempa.
Fracking dan Gempa: Fakta yang Terukur
Di Amerika Serikat dan Kanada, teknik fracking untuk mengekstraksi gas alam dari batuan serpih menjadi sorotan. Proses ini melibatkan penyuntikan air, pasir, dan bahan kimia ke dalam tanah dengan tekanan tinggi, yang dapat memecah batuan dan mengubah tekanan bawah tanah.
Di Oklahoma, misalnya, sebelum fracking meluas, rata-rata hanya ada sekitar 2–3 gempa bermagnitudo ≥3 per tahun. Namun sejak 2010-an, jumlahnya melonjak hingga ratusan per tahun. Gempa berkekuatan M5.6 terjadi pada 2016, memicu perdebatan nasional soal dampak industri energi terhadap stabilitas geologi.
Tambang dan Bendungan: Risiko yang Jarang Disadari
Bendungan besar seperti Waduk Zipingpu di Tiongkok dikaitkan dengan gempa besar di Sichuan tahun 2008 (M7.9), yang menewaskan lebih dari 80.000 orang. Para ahli menduga, berat air di waduk (mencapai jutaan ton) menyebabkan tekanan berlebih di zona sesar.
Demikian pula, penambangan skala besar dapat mengurangi dukungan struktural kerak bumi, menyebabkan runtuhan atau pelepasan tekanan yang sebelumnya stabil. Gempa-gempa kecil bahkan sering dilaporkan di wilayah tambang aktif di Afrika Selatan, India, dan Australia.
Letusan Gunung Berapi: Apakah Bisa Dipicu Manusia?
Berbeda dengan gempa, letusan gunung berapi umumnya lebih sulit dipicu manusia secara langsung. Aktivitas manusia sejauh ini belum terbukti bisa menyebabkan letusan besar, karena proses magma bergerak dari kedalaman membutuhkan energi dan tekanan yang sangat besar.
Namun, ada potensi intervensi tidak langsung, seperti:
- Pengeboran geothermal yang mengganggu sistem hidrotermal
- Eksplorasi panas bumi yang bisa membuka jalur migrasi fluida
- Penambangan di lereng gunung yang memperlemah struktur alami
Kasus pengeboran geothermal di Islandia dan Italia pernah memicu gempa kecil di sekitar kawah aktif, namun belum ada bukti bahwa itu menyebabkan letusan besar.
Perubahan Iklim dan Lingkungan: Pemicu Jangka Panjang?
Meskipun bukan penyebab langsung, perubahan iklim akibat aktivitas manusia juga berpotensi memengaruhi kestabilan geologi, contohnya:
- Pencairan gletser yang mengurangi tekanan di permukaan bumi (deglaciation), dapat memicu sesar yang aktif
- Kenaikan muka air laut yang menekan kerak bumi dan memicu respons isostatik
- Hujan ekstrem akibat pemanasan global yang bisa memicu longsor dan memperbesar tekanan pada lereng gunung berapi
Dengan kata lain, ulah manusia terhadap iklim juga bisa menjadi pemicu tak langsung terhadap bencana geologi, yang efeknya baru terasa dalam puluhan hingga ratusan tahun.
Mengapa Hal Ini Perlu Diperhatikan?
Ada alasan kuat untuk tidak menganggap enteng hubungan antara manusia dan bumi:
- Kepadatan Penduduk Tinggi: Banyak aktivitas industri kini dilakukan di wilayah padat penduduk. Gempa atau letusan kecil pun bisa berdampak besar.
- Minimnya Pemahaman Publik: Banyak proyek tambang, pengeboran, dan bendungan dibangun tanpa kajian risiko seismik yang menyeluruh.
- Etika Eksplorasi: Haruskah industri terus mengeksploitasi bumi tanpa mempertimbangkan potensi bahaya jangka panjang?
Langkah Mitigasi dan Tindakan Bijak
Agar kita tidak menjadi penyebab bencana berikutnya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan:
- Peningkatan kajian geologi sebelum proyek industri dimulai
- Sistem monitoring gempa mikro (microseismic monitoring) di area fracking dan tambang
- Batas tekanan injeksi fluida dalam eksplorasi panas bumi
- Kebijakan publik berbasis sains dalam menentukan lokasi pembangunan bendungan dan eksplorasi energi
Selain itu, penting juga untuk edukasi publik tentang potensi bahaya gempa buatan agar masyarakat lebih waspada dan bisa menuntut akuntabilitas dari pemerintah maupun perusahaan.
Kesimpulan: Bumi Merekam Jejak Kita
Bumi memang memiliki kekuatan alamnya sendiri, namun manusia bukan lagi sekadar penonton dalam drama geologi. Aktivitas kita—dari mengebor hingga mengubah iklim—membentuk kembali tekanan, suhu, dan struktur dalam kerak bumi.
Apakah kita bisa memicu gempa dan letusan? Dalam banyak kasus, jawabannya: ya, meski tidak selalu disengaja.
Kini, tantangannya adalah bagaimana kita bisa membangun masa depan energi dan industri yang tidak hanya efisien, tetapi juga selaras dengan ritme alam. Karena saat kita membaca bumi, sesungguhnya ia sedang menulis ulang sejarahnya bersama kita.
Baca juga https://angginews.com/