Kabarpetang.com Premanisme bukan hanya sekadar masalah kriminal, tetapi juga ancaman terhadap ketertiban sosial dan ekonomi masyarakat. Di tengah komitmen pemerintah untuk menciptakan suasana aman dan nyaman bagi warga serta investor, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berhasil mencatatkan langkah nyata. Hingga Mei 2025, sebanyak 3.326 kasus premanisme telah berhasil diungkap dan ditindak. Prestasi ini mendapat apresiasi langsung dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), khususnya Komisi III yang membidangi hukum dan keamanan.
Langkah Tegas Polri dalam Penegakan Hukum
Pemberantasan premanisme menjadi salah satu fokus utama Polri dalam beberapa tahun terakhir. Premanisme tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi juga telah menyusup ke berbagai wilayah, bahkan di area rural yang selama ini dianggap relatif aman. Modus kejahatan yang digunakan para pelaku sangat beragam, mulai dari pemalakan sopir angkutan umum, pungutan liar di pasar tradisional, hingga intimidasi terhadap pengusaha kecil.
Polri melalui berbagai satuan tugasnya, dari kepolisian sektor hingga kepolisian daerah, melakukan operasi terpadu untuk menindak para pelaku. Pendekatan yang digunakan tidak hanya represif tetapi juga preventif, dengan menggandeng tokoh masyarakat dan organisasi kemasyarakatan untuk memberikan edukasi dan membangun kesadaran hukum di tengah masyarakat.
Apresiasi DPR: Langkah Strategis dan Konsisten
Dalam pernyataan resmi yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR, keberhasilan Polri ini dinilai sebagai bentuk nyata dari keseriusan aparat penegak hukum dalam menjaga ketertiban umum. Menurut DPR, langkah tersebut tidak hanya menekan angka kriminalitas, tetapi juga mengembalikan rasa aman masyarakat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
DPR juga menyoroti pentingnya konsistensi. Sebab, tindakan terhadap premanisme harus berkelanjutan dan tidak bersifat reaktif semata. Masyarakat memerlukan jaminan bahwa kehadiran negara dirasakan hingga ke tingkat terbawah, termasuk dalam menghadapi ancaman dari preman jalanan atau kelompok-kelompok ilegal yang mengedepankan kekerasan.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Salah satu alasan mengapa premanisme sangat meresahkan adalah karena dampaknya terhadap stabilitas ekonomi lokal. Banyak pelaku usaha kecil hingga menengah (UMKM) yang mengaku mengalami intimidasi atau bahkan kerugian akibat adanya pungutan liar dari oknum preman. Ketika aparat menindak tegas pelaku-pelaku tersebut, iklim usaha menjadi lebih sehat dan kompetitif.
Selain itu, keberhasilan Polri juga berdampak pada psikologis masyarakat. Dengan tertangkapnya ribuan pelaku premanisme, masyarakat mulai merasa aman kembali di ruang-ruang publik seperti terminal, pasar, hingga tempat ibadah. Kepercayaan terhadap institusi kepolisian pun meningkat, yang mana hal ini sangat penting dalam membangun relasi yang positif antara aparat dan warga.
Tantangan yang Masih Harus Dihadapi
Namun demikian, perjuangan belum selesai. Premanisme adalah gejala dari masalah sosial yang lebih dalam, seperti kemiskinan, pengangguran, dan rendahnya tingkat pendidikan. Oleh karena itu, DPR menegaskan bahwa upaya penindakan harus diimbangi dengan strategi pencegahan jangka panjang.
Polri tidak bisa bekerja sendiri. Pemerintah daerah, kementerian terkait, dan organisasi sosial harus terlibat aktif dalam menciptakan lapangan kerja, menyediakan pendidikan hukum, serta menyiapkan program rehabilitasi bagi eks-preman agar mereka bisa kembali ke masyarakat secara produktif.
Peran Masyarakat dalam Pencegahan Premanisme
Selain negara dan aparat, masyarakat memegang peran krusial dalam upaya ini. Premanisme sering kali bertahan karena adanya pembiaran atau bahkan ketergantungan masyarakat terhadap “jasa” para pelaku, terutama di daerah-daerah yang kurang tersentuh pelayanan publik.
Edukasi hukum dan kesadaran sosial harus terus dibangun. Masyarakat perlu dilibatkan dalam sistem pengawasan dan pelaporan kejadian-kejadian kriminal secara aktif. Keberadaan layanan pengaduan yang mudah diakses, seperti aplikasi digital atau call center khusus, harus dimaksimalkan untuk mempercepat respon terhadap tindakan premanisme.
Harapan ke Depan
DPR berharap bahwa tindakan tegas Polri tidak berhenti pada kuantitas kasus yang ditindak, tetapi juga mengarah pada perubahan struktural dalam pendekatan penegakan hukum. Reformasi kultural di tubuh Polri, peningkatan kapasitas SDM, dan sinergi antar lembaga menjadi elemen penting untuk mewujudkan sistem hukum yang adil, manusiawi, dan tegas terhadap pelaku kejahatan.
Diharapkan juga ada evaluasi berkala terhadap program penanggulangan premanisme, termasuk pengembangan indikator keberhasilan yang tidak hanya dilihat dari jumlah pelaku yang ditangkap, tetapi juga dari tingkat rasa aman masyarakat dan penurunan tingkat pengulangan tindak pidana serupa.
Kesimpulan
Apresiasi DPR terhadap keberhasilan Polri dalam menindak 3.326 kasus premanisme hingga Mei 2025 merupakan sinyal positif atas perbaikan kinerja institusi penegak hukum di Indonesia. Meskipun tantangan masih besar, langkah ini harus menjadi pemicu untuk gerakan yang lebih sistematis dan inklusif dalam menghapuskan premanisme dari akar-akarnya.
Dengan kerja sama antara aparat, masyarakat, dan pemerintah, Indonesia memiliki peluang besar untuk menciptakan tatanan sosial yang lebih adil, aman, dan bebas dari intimidasi. Premanisme bukan hanya bisa ditumpas, tapi harus dicegah sebelum tumbuh kembali.
Baca juga Berita Hari Ini