, , , ,

Sejarah dan Filosofi di Balik Tarian Reog Ponorogo

oleh -246 Dilihat
reog ponorogo
reog ponorogo
banner 468x60

Reog Ponorogo bukan sekadar seni pertunjukan, melainkan representasi kekayaan budaya, sejarah panjang, dan semangat perlawanan rakyat. Kesenian ini berasal dari Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, dan telah menjadi identitas yang melekat kuat pada daerah tersebut. Dengan karakteristiknya yang unik — topeng besar bermotif singa barong, atraksi kekuatan fisik, dan iringan musik gamelan yang khas — Reog telah dikenal luas hingga ke mancanegara.

Namun, di balik kemegahan dan kemisteriusan tarian ini, tersimpan sejarah dan filosofi mendalam yang layak untuk dipahami dan dihargai.

banner 336x280

Asal Usul Reog Ponorogo

Asal-usul Reog Ponorogo tidak dapat dilepaskan dari kisah legendaris yang telah diwariskan secara turun-temurun. Ada dua versi utama yang paling sering diceritakan: versi rakyat (legenda) dan versi politik (perlawanan).

1. Legenda Raja Klono Sewandono dan Singa Barong

Versi legenda menceritakan tentang seorang raja bernama Klono Sewandono, penguasa Kerajaan Bantarangin, yang ingin meminang putri dari Kerajaan Kediri bernama Dewi Songgo Langit. Dalam usahanya, ia dihadang oleh makhluk sakti berkepala singa dan berbadan burung merak bernama Singa Barong yang merupakan penjaga kerajaan Kediri.

Dalam pertarungan tersebut, Klono Sewandono dibantu oleh pasukan dan abdi setianya yang kemudian menjadi karakter-karakter dalam pertunjukan Reog: seperti Jathil (penunggang kuda), Warok, dan Bujang Ganong (panglima muda yang lincah dan jenaka).

2. Versi Sejarah: Simbol Perlawanan terhadap Kekuasaan

Versi lain yang lebih politis menyebutkan bahwa Reog adalah bentuk sindiran dan perlawanan terhadap kekuasaan Kerajaan Majapahit yang dianggap lalim dan korup. Tokoh Warok, yang dikenal kuat dan sakti, melambangkan kekuatan rakyat kecil yang berani melawan ketidakadilan.

Topeng Singa Barong, dengan kepala singa besar dan bulu merak menjulang, disimbolkan sebagai Raja Majapahit yang angkuh dan dikelilingi para pejabatnya (digambarkan sebagai bulu merak yang sombong). Dengan seni, rakyat menyalurkan kritik sosialnya secara terselubung.


Filosofi di Balik Setiap Elemen Pertunjukan Reog

Setiap unsur dalam tarian Reog tidak hadir tanpa makna. Filosofi dan nilai-nilai luhur tersemat dalam kostum, tokoh, hingga gerakan yang ditampilkan dalam pertunjukan.

1. Singa Barong: Simbol Kekuasaan dan Keberanian

Topeng Singa Barong (beratnya bisa mencapai 50 kg atau lebih) menjadi ikon utama Reog. Dalam cerita, topeng ini melambangkan kekuasaan dan ego besar seorang raja. Namun, dalam konteks pertunjukan, penari yang mampu menari sambil menggigit kayu penyangga topeng menunjukkan kekuatan fisik dan spiritual luar biasa.

Seorang penari Singa Barong harus menjalani laku tirakat, puasa, dan latihan fisik agar mampu menampilkan atraksi yang membutuhkan daya tahan, ketenangan, dan keselarasan tubuh serta jiwa.

2. Warok: Ksatria Bijak dan Sakti

Warok adalah tokoh pria tua berjanggut yang melambangkan kebijaksanaan, keberanian, dan pengorbanan. Dalam masyarakat Ponorogo, menjadi Warok bukan hanya soal kekuatan, tapi juga kejujuran, pengabdian, dan moralitas tinggi. Warok dipercaya memiliki kekuatan spiritual dan mampu menjadi pelindung masyarakat.

3. Jathilan: Semangat Perjuangan dan Ketangguhan

Jathil atau Jathilan awalnya ditampilkan oleh pria yang menari dengan gerakan energik sambil menunggang kuda anyaman. Kini, peran ini sering dimainkan oleh penari perempuan. Jathil mencerminkan semangat pantang menyerah dan ketangguhan para prajurit dalam menghadapi rintangan.

4. Bujang Ganong: Kecepatan dan Kecerdikan

Tokoh Bujang Ganong, dengan wajah jenaka dan gerakan lincah, adalah panglima muda dari Klono Sewandono. Ia menggambarkan keberanian, kecerdikan, dan kecepatan berpikir seorang pemimpin muda. Karakter ini menambah unsur hiburan dalam Reog, namun tetap menyampaikan nilai keteladanan.


Reog Ponorogo Sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Pada tahun 2013, Reog Ponorogo telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Kesenian ini tidak hanya dipentaskan di Jawa Timur, tetapi juga di berbagai daerah bahkan luar negeri sebagai simbol kebanggaan budaya nasional.

Pemerintah Kabupaten Ponorogo juga rutin mengadakan Festival Reog Nasional, terutama menjelang Grebeg Suro (perayaan tahun baru dalam kalender Jawa), sebagai upaya pelestarian sekaligus promosi budaya lokal.


Tantangan dan Upaya Pelestarian

Meski telah diakui dan mendapatkan perhatian luas, Reog Ponorogo tetap menghadapi berbagai tantangan, seperti:

  • Modernisasi dan komersialisasi yang mengubah esensi pertunjukan menjadi sekadar hiburan.
  • Kurangnya regenerasi seniman muda yang memahami nilai filosofi dan spiritual di balik Reog.
  • Klaim budaya oleh pihak asing yang berpotensi mengaburkan asal-usul Reog.

Untuk itu, pelestarian Reog tidak hanya soal tampil di panggung, tetapi juga pendidikan budaya di sekolah, pelatihan untuk generasi muda, serta penghargaan yang layak bagi para seniman lokal.


Kesimpulan

Reog Ponorogo adalah perpaduan harmonis antara seni, sejarah, dan filosofi yang mencerminkan kekayaan budaya Indonesia. Tarian ini tidak hanya memukau secara visual, tetapi juga menyampaikan pesan moral, nilai kepahlawanan, dan kritik sosial yang relevan sepanjang masa. Memahami Reog berarti menghargai perjuangan, kebijaksanaan, dan semangat rakyat dalam menjaga identitasnya.

Menjadi penonton Reog bukan sekadar menikmati atraksi, tetapi juga belajar tentang warisan leluhur yang layak untuk dijaga dan dilestarikan.

Baca juga https://angginews.com/

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.