, , , ,

Shalat dalam Gelombang Laut: Doa Nelayan Tanpa Tanah

oleh -19 Dilihat
shalat di laut
shalat di laut
banner 468x60

Pendahuluan: Ketika Laut Jadi Sajadah

https://kabarpetang.com/ Bagi sebagian orang, masjid dengan sajadah bersih dan dinding dingin adalah tempat sujud paling sempurna. Namun, tidak semua muslim hidup dalam kenyamanan seperti itu. Di banyak pantai terpencil Indonesia, ada para nelayan yang menjalankan shalat bukan di atas tanah, melainkan di atas air — di perahu kayu yang terus bergoyang, di bawah langit tanpa atap, dan ditemani ombak yang tidak pernah diam.

Kisah ini bukan fiksi. Ini adalah kenyataan sehari-hari para nelayan muslim yang menghabiskan berhari-hari, bahkan berminggu-minggu di laut. Jauh dari daratan, mereka tetap menjalankan ibadah. Mereka shalat di gelombang — bukan hanya karena kewajiban, tapi sebagai bentuk doa terdalam dari manusia kepada alam semesta.

banner 336x280

Nelayan dan Hubungan Spiritual dengan Laut

Di banyak daerah pesisir Indonesia — seperti Pulau Seram, Ternate, Flores, atau Kepulauan Riau — laut bukan hanya ladang rezeki, tapi juga tempat kontemplasi dan penghambaan. Nelayan tidak hanya memancing untuk hidup, tetapi juga hidup dalam keterhubungan spiritual dengan laut.

Setiap fajar, sebelum melempar jaring, mereka berdoa. Setiap malam, ketika angin kencang bertiup, mereka berserah. Laut adalah tempat syukur dan takut, tempat rezeki dan ujian.

Bagi mereka, shalat bukan sekadar rutinitas, tapi penyeimbang antara manusia dan kekuatan alam.


Bagaimana Mereka Shalat di Atas Perahu?

Shalat di atas kapal atau perahu memiliki tantangan tersendiri: ruang sempit, tidak ada arah kiblat tetap, dan gelombang yang membuat tubuh sulit stabil. Namun para nelayan mengembangkan cara-cara khusus yang fleksibel, sesuai kondisi.

1. Menggunakan Haluan Sebagai Arah Kiblat

Biasanya, haluan perahu (bagian depan) diarahkan ke kiblat sebelum shalat. Kompas manual atau matahari jadi petunjuk utama. Jika perahu harus tetap bergerak, kiblat ditentukan sesuai awal niat.

2. Posisi Duduk dan Berdiri Disesuaikan

Jika kapal terlalu kecil atau ombak terlalu besar, nelayan shalat sambil duduk, dengan isyarat kepala untuk sujud dan ruku’. Ini dibolehkan dalam fiqh karena faktor keamanan dan keterbatasan tempat.

3. Menggunakan Pelampung atau Tali Tambat

Agar tidak terjatuh saat takbir atau sujud, beberapa nelayan mengikat tubuh dengan tali longgar pada bagian perahu. Ini terutama dilakukan saat kondisi laut tidak stabil.

4. Jama dan Qashar

Shalat dijama’ dan diqashar (digabung dan dipendekkan) sesuai rukhsah (keringanan) syariat untuk musafir. Dua rakaat untuk Dzuhur, Ashar, dan Isya, dijalankan dalam satu waktu jika perlu.


Tantangan Ibadah di Laut

Shalat di atas air bukan tanpa tantangan. Beberapa di antaranya:

  • Ketidakpastian waktu: Di tengah laut, tidak selalu mudah menentukan waktu shalat. Matahari tertutup awan, atau malam tanpa cahaya. Jam tangan dan pengalaman jadi penentu.
  • Tidak ada air bersih: Sering kali, wudhu dilakukan dengan air laut, yang meski asin, diperbolehkan dalam kondisi darurat. Ada pula yang membawa air dalam galon kecil untuk wudhu terbatas.
  • Keterbatasan tempat: Kapal kecil kadang hanya cukup untuk duduk atau tidur. Maka, sujud dilakukan sebisanya — bukan sempurna secara fisik, tapi sempurna dalam niat.

Fiqh Shalat di Atas Perahu: Perspektif Ulama

Para ulama sepakat bahwa shalat tidak gugur dalam kondisi apapun, selama akal dan kesadaran masih ada. Dalam konteks perahu atau kapal, ada banyak keringanan yang dibolehkan:

  • Imam Syafi’i, Imam Malik, dan ulama kontemporer menyatakan bahwa shalat di atas kapal diperbolehkan secara penuh, dengan syarat menjaga arah kiblat semampunya.
  • Jika tidak bisa berdiri, duduk atau berbaring dengan isyarat kepala pun sah.
  • Jika tidak tahu arah kiblat, niat yang sungguh-sungguh sudah mencukupi.

Shalat di atas perahu adalah simbol fleksibilitas Islam: agama yang tidak memberatkan, tapi tetap menuntun.


Kisah-Kisah Shalat di Tengah Laut

📍 Pak Husein dari Tual, Maluku

“Kadang saya shalat subuh di tengah laut, ketika kabut masih tebal. Tidak ada suara kecuali burung laut. Rasanya seperti saya sedang berbicara langsung dengan Tuhan,” kata Pak Husein, nelayan tuna dari Tual. Ia membawa sajadah kecil yang dilipat di bawah jok perahu. Meski sempit, ia selalu menyisihkan waktu untuk bersujud — di mana pun ia berada.

📍 Ibu Nur dari Pulau Kodingareng

Sebagai nelayan wanita, Ibu Nur ikut melaut bersama suaminya. Ia shalat maghrib sambil duduk di dek kapal, ditemani suara ombak dan bintang yang mulai muncul. Ia berkata, “Shalat di laut itu lebih jujur. Tidak ada orang lihat, tidak ada suara. Hanya Allah.”


Makna Mendalam dari Sujud di Atas Ombak

Shalat di atas laut bukan sekadar pelaksanaan rukun Islam. Ini adalah doa yang bergerak, sebuah bentuk penyerahan total di tengah ketidakpastian, simbol konsistensi iman dalam ruang tanpa batas.

Sujud mereka tidak dikelilingi tembok atau lampu, tapi angin dan air asin. Mereka tak mengenakan mukena bersih, hanya sarung dan kaos basah oleh garam. Namun, justru di situ letaknya kekhusyukan: kesederhanaan, ketulusan, dan keterhubungan langsung dengan alam.


Ketika Ibadah dan Profesi Menyatu

Nelayan bukan hanya pencari ikan, tapi juga penjaga ritme laut. Dan ketika mereka tetap bersujud, bahkan di perahu reyot, itu adalah bentuk ibadah yang paling jujur — tanpa saksian manusia, tanpa pujian.

Ini pelajaran spiritual besar:

Bahwa ibadah bukan hanya soal tempat yang suci, tapi niat dan usaha untuk tetap taat di mana pun.


Penutup: Sujud Tanpa Tanah

Di era ketika ibadah sering diasosiasikan dengan tempat mewah atau fasilitas lengkap, kisah nelayan ini menyadarkan kita akan makna sejati dari kesetiaan spiritual. Mereka tidak punya karpet empuk atau arah kiblat digital, tapi mereka punya keyakinan dan ketulusan yang tidak tergoyahkan oleh ombak.

Mereka bersujud dalam gerakan air, mereka berdoa dalam deru angin. Shalat mereka tidak diam, tapi ikut bergoyang bersama perahu. Mungkin itulah salah satu bentuk paling indah dari manusia yang tunduk — tidak pada daratan, tapi pada Yang Maha Tinggi.

Baca juga https://angginews.com/

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.