https://kabarpetang.com/ Di tengah modernisasi dan derasnya arus digital, sejumlah tradisi lokal masih bertahan dengan keunikannya masing masing. Salah satunya adalah tradisi mengaji di atas perahu, sebuah praktik keagamaan yang berkembang di sejumlah wilayah pesisir Indonesia. Meski kini mulai jarang dijumpai, tradisi ini menyimpan nilai spiritual, sosial, dan budaya yang sangat dalam.
Asal Usul dan Sejarah Tradisi
Mengaji di atas perahu merupakan tradisi masyarakat pesisir, terutama di daerah seperti pesisir utara Jawa, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu dan biasanya dilakukan di sore hari atau malam hari saat air laut tenang.
Kegiatan ini muncul dari kebutuhan masyarakat nelayan yang tidak selalu bisa mengakses masjid atau mushala di darat. Perahu menjadi tempat berkumpul, belajar, dan berdzikir setelah aktivitas melaut selesai.
Pelaksanaan Mengaji di Atas Perahu
Biasanya satu perahu dijadikan tempat utama, di mana seorang guru atau ustaz duduk di tengah perahu besar. Para peserta mengaji datang dengan perahu masing masing dan merapat membentuk lingkaran di atas air. Aktivitas yang dilakukan meliputi
- Membaca Al Quran secara bergiliran atau bersama sama
- Dzikir dan doa bersama
- Mendengarkan ceramah atau pengajian singkat
- Kadang disertai pembacaan maulid atau shalawat
Suasana laut yang tenang, suara ombak, dan gema bacaan ayat suci menciptakan nuansa yang khusyuk dan sakral.
Makna Budaya dan Religius
Tradisi ini mencerminkan kedalaman spiritual masyarakat pesisir. Bagi mereka, laut bukan hanya tempat mencari nafkah tetapi juga bagian dari kehidupan spiritual. Perahu menjadi simbol perjalanan hidup dan keimanan yang senantiasa bergerak.
Selain itu, kegiatan ini juga menjadi bentuk komunitas belajar dan saling menguatkan antar warga, terutama di kampung kampung nelayan yang minim fasilitas pendidikan formal.
Wilayah yang Masih Menjalankan Tradisi Ini
Tradisi ini masih bisa ditemukan, meskipun semakin jarang, di beberapa daerah seperti
- Pesisir Demak dan Jepara di Jawa Tengah
- Daerah Takalar dan Pangkep di Sulawesi Selatan
- Sungai Barito di Kalimantan Selatan
- Pulau pulau kecil di sekitar Madura dan Bawean
Beberapa komunitas masih mempertahankan tradisi ini sebagai bagian dari agenda tahunan, terutama di bulan Ramadhan atau peringatan hari besar Islam.
Ancaman Kepunahan Tradisi
Sayangnya, tradisi mengaji di atas perahu kini makin sulit ditemui karena berbagai alasan
- Masuknya sistem pendidikan formal yang menggantikan metode tradisional
- Perubahan gaya hidup masyarakat pesisir yang makin modern
- Berkurangnya jumlah guru mengaji di kampung kampung nelayan
- Hilangnya minat generasi muda terhadap tradisi lama
- Kurangnya dokumentasi dan promosi budaya lokal
Jika tidak segera dilestarikan, tradisi ini bisa benar benar menghilang dari kehidupan masyarakat pesisir.
Upaya Pelestarian Tradisi
Agar tradisi ini tetap hidup dan dikenali oleh generasi berikutnya, diperlukan berbagai langkah strategis seperti
1. Dokumentasi Budaya
Pengumpulan kisah, foto, dan video tentang tradisi mengaji di atas perahu bisa menjadi arsip penting dan bahan edukasi.
2. Edukasi dan Festival Lokal
Mengintegrasikan tradisi ini dalam kegiatan pendidikan non formal atau membuat festival tahunan bertema budaya pesisir bisa menarik minat publik.
3. Pelatihan Guru Mengaji Lokal
Mendorong lahirnya kader kader muda yang mau mengajar mengaji dengan pendekatan budaya lokal, termasuk metode unik seperti di atas perahu.
4. Dukungan dari Pemerintah dan Lembaga Budaya
Diperlukan peran aktif dari lembaga seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pesantren pesisir, serta komunitas nelayan untuk menjaga warisan ini.
5. Integrasi dengan Pariwisata Edukasi
Dengan pendekatan yang tepat, tradisi ini bisa menjadi atraksi wisata religi yang tetap menjaga kesakralannya namun terbuka bagi edukasi budaya.
Kesimpulan
Mengaji di atas perahu bukan hanya aktivitas keagamaan, tetapi juga ekspresi budaya dan identitas masyarakat pesisir. Di tengah gempuran zaman modern, tradisi ini menjadi pengingat bahwa nilai spiritual bisa hadir dalam bentuk sederhana dan dekat dengan alam.
Menjaga tradisi seperti ini bukan semata menjaga masa lalu, tetapi juga membangun jembatan spiritual dan budaya untuk masa depan. Semakin kita mengenali dan merawat kearifan lokal, semakin kokoh akar budaya bangsa kita.
baca juga https://angginews.com/












