, , ,

Mengenal Tradisi Makan Bersama di Desa-Desa NTT

oleh -26 Dilihat
makan makan di desa ntt
makan makan di desa ntt
banner 468x60

https://kabarpetang.com/ Di tengah modernisasi dan arus globalisasi yang mengalir deras, sebagian besar desa di Nusa Tenggara Timur (NTT) tetap teguh menjaga identitas budayanya. Salah satu bentuk nyata dari pelestarian nilai budaya tersebut terlihat dalam tradisi makan bersama, sebuah praktik sosial yang bukan sekadar soal makanan, tetapi juga menyangkut rasa hormat, gotong royong, serta relasi sosial yang erat antarwarga.

Makan Bersama: Lebih dari Sekadar Menyantap Hidangan

Di banyak desa di NTT—baik di Flores, Sumba, Timor, maupun Rote—makan bersama bukanlah kegiatan biasa. Tradisi ini dilakukan dalam berbagai momen penting: panen raya, pesta pernikahan, kematian, perayaan keagamaan, atau bahkan sekadar kerja bakti di kebun atau ladang.

banner 336x280

Makan bersama menjadi momen penting untuk memperkuat rasa persaudaraan (saudara sekampung) dan solidaritas komunal, di mana semua orang, tanpa memandang status atau usia, duduk di tempat yang sama, menikmati makanan yang sama, dengan tangan yang sama-sama lelah dari kerja gotong royong.

Sistem “Koli” dan “Tebe”: Simbol Saling Membantu

Di wilayah Sumba, misalnya, dikenal sistem “koli”, yaitu bentuk kontribusi dari sanak keluarga atau tetangga saat ada acara keluarga seperti kawinan atau kematian. Koli bisa berupa beras, ternak, atau makanan yang nantinya digunakan dalam jamuan makan bersama. Begitu juga dengan “tebe” (tarian melingkar), yang biasanya menyertai acara makan besar dan menjadi simbol keterikatan emosional dan spiritual antarwarga.

Hidangan Khas Tradisi Makan Bersama

Menu yang dihidangkan dalam acara makan bersama ini sangat tergantung pada hasil bumi dan kearifan lokal. Beberapa hidangan umum yang biasa ditemui antara lain:

  • Jagung bose: makanan pokok khas NTT dari jagung tumbuk, direbus bersama kacang-kacangan.
  • Se’i: daging asap khas Timor, biasanya daging sapi atau babi.
  • Ubi dan singkong rebus: sebagai pengganti nasi.
  • Sayur kelor: bernutrisi tinggi, dimasak sederhana sebagai pelengkap.

Semua makanan disajikan dalam wadah besar dan dimakan secara bersama-sama, bahkan dari nampan atau daun yang sama. Tidak ada konsep “makanan pribadi”—semuanya dibagi, dinikmati, dan dihargai bersama.

Makan Bersama dalam Konteks Upacara Adat

Salah satu bentuk paling khidmat dari tradisi makan bersama adalah dalam ritual adat. Misalnya dalam upacara penti (di Manggarai, Flores), yaitu perayaan panen yang dirayakan sekali dalam setahun, makan bersama menjadi bagian penting setelah upacara syukur kepada leluhur. Makanan yang disantap adalah hasil panen pertama, sebagai simbol berbagi berkah.

Dalam konteks ini, makanan bukan hanya konsumsi, tetapi juga memiliki nilai spiritual dan simbolik. Menolak makan bersama bisa dianggap sebagai sikap tidak hormat atau bahkan pemutusan hubungan sosial.

Gotong Royong yang Menghidupi Tradisi

Salah satu kekuatan utama dari tradisi makan bersama di NTT adalah semangat gotong royong. Acara seperti pernikahan atau kematian tidak mungkin terlaksana tanpa keterlibatan banyak tangan. Para ibu menyiapkan masakan berjam-jam, para pria memotong ternak atau membantu memasak, para remaja membantu menyajikan.

Dalam konteks ini, makan bersama bukan akhir dari kerja keras—tapi bagian dari proses sosial itu sendiri. Bahkan, orang tua sering mengatakan bahwa makan bersama adalah cara mendidik generasi muda tentang nilai berbagi, kerja keras, dan menghargai sesama.

Tantangan Modernisasi

Sayangnya, praktik makan bersama mulai menghadapi tantangan, terutama di wilayah perkotaan atau desa-desa yang mulai tersentuh gaya hidup individualistis. Kehadiran piring pribadi, makanan instan, dan kebiasaan makan sambil menonton televisi perlahan menggerus nilai-nilai kebersamaan yang dulu sangat dijunjung tinggi.

Beberapa orang muda di kota besar kini merasa “canggung” saat diminta ikut dalam makan bersama ala kampung karena tidak terbiasa berbagi dari satu wadah atau makan duduk melantai.

Namun, masih banyak komunitas adat yang teguh mempertahankan praktik ini, bahkan mulai mengadaptasinya ke dalam kegiatan modern seperti pertemuan desa, pelatihan, atau perayaan nasional di tingkat lokal.

Upaya Pelestarian dan Revitalisasi

Berbagai pihak—mulai dari lembaga adat, LSM budaya, hingga sekolah-sekolah—mulai berperan aktif dalam melestarikan tradisi makan bersama ini. Beberapa sekolah di pedalaman Flores, misalnya, kini rutin mengadakan “hari makan bersama lokal” untuk mengajarkan siswa nilai kearifan lokal.

Selain itu, sejumlah desa wisata di NTT juga mulai menjadikan makan bersama sebagai atraksi budaya, di mana wisatawan diajak makan dengan gaya tradisional, duduk bersama warga, mencicipi makanan lokal, dan ikut memasak. Ini tidak hanya menarik wisatawan, tetapi juga menghidupkan kembali kebanggaan terhadap identitas budaya lokal.


Kesimpulan

Tradisi makan bersama di desa-desa NTT bukan sekadar aktivitas menyantap makanan, tetapi adalah cerminan nilai hidup masyarakat yang menjunjung tinggi kebersamaan, gotong royong, dan rasa hormat satu sama lain. Meski zaman terus berubah, nilai-nilai luhur ini tetap relevan dan patut dipertahankan.

Menjaga tradisi ini adalah bagian dari merawat jati diri bangsa, karena dari meja makan sederhana di sebuah desa, kita bisa belajar banyak tentang makna hidup bersama dalam keberagaman.

Baca juga https://angginews.com/

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.